Yamaha Mio J diluncurkan di awal tahun 2012, bertepatan saat saya hendak membeli sepeda motor. Tanpa pikir terlalu panjang, saya memilih bebek matic Yamaha yang mengusung teknologi injeksi ini. Walau ada sedikit penyesalan ketika STNK dan nomor polisi sudah terbit, tepat di depan kantor saya di Kawasan Mega Kuningan, Yamaha melakukan produksi iklan untuk Yamaha Soul GT. Tapi, sudahlah, hanya berbeda di tampilan luarnya saja. Isinya sama saja, bahkan jika dibandingkan Mio GT.

Memasuki tahun 2017, Yamaha Mio J saya berusia 5 tahun. Namun, memang selama 5 tahun ini tak banyak kerusakan yang terjadi. Hampir tak ada komponennya yang saya ganti kecuali fast moving parts seperti ban, lampu, kampas rem, dan sejenisnya. Bahkan per hari ini saja, odometernya belum genap 35.000 kilometer. Saya hanya pakai motor ini untuk pergi kerja ke kantor dan belanja sayur ke pasar saja.

Mirip seperti Jupiter Z saya yang setelah 5 tahun baru saya bawa ke bengkel untuk servis besar, maka Mio J pun saya bawa ke bengkel Yamaha guna perawatan besar-besaran pada Januari 2017 lalu. Awalnya, saya bawa Mio J ke salah satu bengkel resmi Yamaha Sartika Motor di Jalan Dewi Sartika. Namun, sayangnya pihak bengkel menolak halus dengan alasan sedang banyak motor yang dikerjakan. Saya tahu benar, untuk servis besar tentunya makan waktu yang tak sebentar. Namun, pihak bengkel memberikan estimasi waktu yang kurang masuk akal saya: satu setengah bulan untuk servis besar.

Akhirnya, saya coba alternatif bengkel resmi Yamaha lain, yakni Yamaha Sumber Mas Motor di Jalan Raya Pasar Minggu. Kali ini tanggapannya sedikit aneh: "Motornya ada masalah apa, Pak? Kalau tidak ada masalah, kenapa mesti servis besar?" Lah, ini motor walau jarak tempuhnya baru sekitar 32.000 km, tapi usianya sudah hampir 5 tahun (4 tahun 11 bulan tepatnya). Tapi untungnya masih mau menerima untuk mengerjakan motor saya.

Entah mengapa, tampaknya bengkel-bengkel resmi Yamaha ini kurang menyukai konsumen yang ingin servis besar. Apa mereka hanya mau menerima servis ringan saja? Yang pengerjaannya hanya 15 menit untuk membersihkan saringan udara dan mengganti oli, tapi bisa membebani biaya Rp.40.000. Bahkan karena sudah injeksi, tak perlu membongkar karburator untuk membersihkannya. Secara hitungan operasional sih benar, pasti lebih untung. Tapi ini kan soal layanan purna jual? Mungkin ATPM sekarang lebih suka jika motor itu dibuang setelah 3 tahun, lalu konsumen membeli yang baru.

Alhasil, motor saya antar ke bengkel Yamaha Sumber Mas Motor pada 17 Januari 2017 pagi hari. Di hari yang sama, sekitar pukul 4 sore saya sudah menerima telepon dari bengkel yang menginformasikan pekerjaan motor saya sudah selesai dan motor sudah bisa diambil di bengkel. Luar biasa cepat untuk perawatan yang cukup besar.

Ternyata memang tidak turun mesin, seperti yang sudah saya perkirakan. Entah kenapa bengkel-bengkel ini seperti malas melakukan pekerjaan turun mesin. Padahal setelah 5 tahun, saya sangat yakin ruang bakar itu akan penuh dengan kerak, walau sudah menggunakan teknologi injeksi dan saya selalu menggunakan BBM berkualitas baik. Ya, saya pelanggan setia Shell V-Power.

Seperti yang sudah diprediksi, seperangkat komponen CVT diganti dari hulu ke hilir. Komponen CVT ini memang disarankan untuk diganti setiap 3 tahun atau 30.000 km. Komponen-komponen kecil seperti busi, saringan udara, kampas rem, bohlam, oli mesin dan oli transmisi sudah tentu perlu diganti secara rutin. Karena tanggung, sekalian saja saya minta ganti switch handle kiri (klakson, lampu sign, lampu jauh-dekat) dan kanan (starter) lengkap dengan karet grip dan stabilizer setang. Pokoknya ganti baru semua supaya kembali segar.

Total biaya yang mesti dikeluarkan memang tak sedikit, namun hal ini sudah saya antisipasi. Wajar kalau biaya perawatan 5 tahunan cukup besar, apalagi selama 5 tahun beroperasi, tidak ada komponen yang mesti diganti (di luar fast moving parts). Detail biaya sebagai berikut terlampir.

Sekitar 2.300 km kemudian, atau sekitar 6 bulan kemudian, di hari Jum'at pagi 21 Juli 2017, Yamaha Mio J ngadat saat saya dalam perjalanan menuju kantor. Ini hal yang paling saya benci: kerusakan motor di saat yang penting. Awalnya saya masih berpikir mungkin ini permasalahan busi dan pengapian, atau permasalahan bahan bakar. Saya coba untuk mematikan dan menghidupkan ulang untuk melihat status ECU: semua normal, tak ada kode error. Motor starter berputar lancar sebagai indikasi aki dalam kondisi sehat. Tangki bensin dalam keadaan baik, tertutup rapat, dan baru diisi malam sebelumnya dengan 4 liter lebih Shell V-Power. Knalpot pun tak pernah ngebul.

Satu hal yang saya rasa aneh, ketika dihidupkan dengan starter kaki (kick starter), tidak terasa ada perlawanan. Begitu pula ketika diperiksa melalui knalpot, tidak ada angin yang menendang kuat. Tak ada kompresi?

Ah, saat itu adalah Jum'at pagi yang macet, di Jalan Jendral Gatot Subroto yang padat dengan berbagai kendaraan bermotor. Entahlah, saya menimbang-nimbang beberapa alternatif aksi yang mesti dilakukan. Apakah motor mau saya tinggalkan? Tapi, kantor tempat saya bekerja sudah terlihat dekat. Padahal ketika saya cek sekarang dengan Google Maps, ternyata jaraknya 1,8 km. Hahaha. Ya, saya akhirnya memutuskan untuk mendorong motor itu sampai ke kantor. Luar biasa memang mendorong motor di tengah kemacetan ibukota. Untungnya di beberapa ruas, saya dibantu oleh teman-teman dari Gojek dan GrabBike yang membantu dorong dengan "nyetep". Terpujilah Anda berdua, Pak Gojek dan Pak GrabBike.

Jum'at itu motor saya tinggalkan di parkiran basement kantor. Saya mencoba menghubungi bengkel Yamaha Sumber Mas Motor untuk memastikan jam operasional bengkel dan merencanakan evakuasi motor ke bengkel tersebut. Tak mau terlalu pusing di sore hari, saya mengandalkan transportasi plat kuning saja untuk pulang ke rumah.

Keesokannya, Sabtu, 22 Juli 2017, saya berangkat ke kantor dengan mengandalkan Gojek dari rumah, dan memesan Gobox untuk mengevakuasi motor. Ternyata lumayan juga, Gobox dengan mobil bak (pick-up) bertarif sekitar Rp.170.000, sementara dengan mobil box bertarif Rp.195.000. Saya tak ingat jarak hasil perhitungan Gobox, tapi kalau menurut Google Maps, jaraknya sekitar 6 km. Tak masalah, yang penting motor bisa dievakuasi dan saya tak perlu mendorong (lagi). Plus, saya bisa menumpang Gobox juga untuk ikut ke bengkel.

Setibanya di Yamaha Sumber Mas Motor, mekanik bengkel dengan sigap membantu saya menurunkan motor dari mobil. "Kenapa motornya, Pak? Mogok?", begitu ucapnya. Saya yakin itu basa-basi, karena pertanyaannya sungguh sangat tidak logis dan tak sesuai konteks. Ya sudahlah, jawaban saya pasti sudah diprediksi oleh mekanik itu. Kali ini, tanpa saya minta, bengkel menawarkan untuk servis besar turun mesin.

Lah ngapain aja lu kemaren pas gue suruh bongkar mesin!!??

Instruksi saya kali ini cukup jelas: "Tolong dibongkar mesinnya. Periksa apa saja yang rusak. Kalau ada yang rusak dan perlu diganti, ganti saja. Kabari saya nanti apa saja yang perlu diganti dan berapa biayanya. Asal jangan lu suruh beli motor baru. Sama satu lagi, saya minta ganti piringan cakram depan, ganti juga kampasnya."

Petugas bengkel mengangguk, seraya mencatatkan work order. Seperti biasa, kunci motor beserta STNK saya tinggalkan. Kali ini, saya pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Lumayan sih, jaraknya 2,8 km. Tapi daripada kena macet kalau naik kendaraan, saya pikir lebih baik berjalan kaki. Toh, setelah tiba di rumah, nasi padang akan terasa lebih nikmat.

Sabtu (22/07) sore, Minggu (23/07) siang, bahkan Senin (24/07) siang, saya berulang kali menelpon ke bengkel, namun belum ada informasi mengenai motor saya. Tampaknya belum disentuh oleh mekanik. Kalau menurut pengakuan bengkel, mereka mesti menunggu mekanik senior untuk menindak motor saya. Selasa (25/07) siang, pihak bengkel baru menghubungi saya, menginformasikan bahwa saya mesti ganti piston (seher) lengkap berikut ring dan blok silinder, serta estimasi biaya totalnya. Oke, tak masalah, sekalian saya minta untuk mengganti seperangkat klep (valve) lengkap dengan skur. Konon selain itu, tak ada lagi yang perlu diperbaiki.

Setelah melakukan pembayaran uang muka pada keesokannya, Rabu (26 Juli 2017), pekerjaan pun dimulai oleh bengkel dengan estimasi satu minggu waktu pengerjaan. Padahal pas saya cek, liner blok silindernya tampak baik-baik saja, tak ada baret atau lecet yang umum terjadi. Pun, penggantian oli mesin cukup rutin saya lakukan per 1.000 km. Tapi memang, sejak Januari 2017 itu saya jadi pakai Yamalube. Sebelumnya saya selalu menggunakan Shell Advance AX7. Ya sudahlah, sekalian saja, ganti semua biar motor ini kembali seperti baru lagi. Toh blok silinder ternyata tak terlalu mahal. Setidaknya karena ini bengkel resmi Yamaha, saya bisa tenang karena seluruh komponen adalah asli Yamaha.

Sesuai estimasi, Selasa (1 Agustus 2017) saya dihubungi kembali oleh bengkel dan diinformasikan bahwa motor sudah selesai dikerjakan dan sudah bisa dijemput setelah pelunasan. Karena pekerjaan yang cukup padat di awal bulan, saya baru menjemput motor pada Kamis (3 Agustus 2017) pagi. Pekerjaan dilakukan sesuai dengan yang dijanjikan, namun entah kenapa, busi tidak diganti dengan yang baru. Hahaha. Padahal, ini hampir separuh isi mesin diganti baru. Kok ya nanggung gitu?

Ya sudahlah. Mesin sudah diremajakan, CVT sudah diremajakan, bahkan printilan seperti karet grip pun sudah diganti baru. Tinggal ban depan yang tampak sudah tipis. Wajar, ban depan Corsa Platinum ini sudah menggelinding sejak September 2015. Sudah hampir dua tahun. Tapi sebenarnya ban belakang Zeneos ZN72 sudah lebih lama beroperasional: sejak Agustus 2015, sudah lebih dari 10.000 km menggelinding di jalanan Ibukota. Memang saya lebih aktif untuk menggunakan rem depan saat berkendara. Atau memang bahan karet Corsa ini lebih lunak? Berarti sekarang saatnya belanja ban baru! Ada yang punya rekomendasi ban depan untuk Mio?

Sebenarnya, saya pula rencana modifikasi untuk Mio J. Mulai dari komponen CVT untuk mendapatkan akselerasi yang lebih responsif, hingga mengganti blok silinder dan piston untuk mendapatkan volume ruang bakar yang lebih besar, setidaknya bisa setara NMAX dan Aerox 155. Namun karena belum menemukan bengkel yang dikenal dengan baik, tampaknya ditunda dulu saja. Kalau di Bandung sih, saya akan menitipkan Mio J ini ke Koh Juani di Purwakarta Jaya Motor Antapani, bengkel langganan untuk Jupiter Z saya dulu. Pun, cita-cita saya yang belum tercapai adalah mengkonversi semua lampu Mio J menjadi LED. Plus, mengganti kaki-kaki dengan yang lebih besar. Untuk kaki belakang bisa mengkanibal milik X-Ride dan Mio Z, tapi untuk depan sepertinya agak sulit karena terhalang shock breaker yang kurang lebar. Belum lagi rencana untuk mengganti bodi dengan yang baru supaya benar-benar seperti baru. Hahaha. Atau, bahkan saya sempat berpikir untuk repaint saja. Ya, kita tunda dulu saja rencana modifikasinya.

Selain ban, tampaknya saya juga harus mengganti kulit jok yang sudah tua ini. Sebenarnya saya lebih menyukai yang berbahan seperti karet yang biasa digunakan oleh Honda atau Yamaha Mio Soul. Tapi Yamaha tampaknya memang lebih suka menggunakan kulit sintetis. Ada rekomendasi untuk kulit jok dan "bengkel" yang bagus untuk pengerjaannya?

Mari kita nikmati dulu motor tua yang baru diremajakan ini: kembali ke fitrah! Dan yang paling penting, motor ini sudah bisa saya pakai untuk operasional ke kantor, dan belanja sayur!