JawaPos.com – Batu nisan putih menjadi penanda keberadaannya. Pagar tembok dicat hitam. Ukiran dan beberapa kaligrafi memperindah suasana. Gerbang masuknya tampak unik. Pagar di bagian pintu depan dibikin agak menurun. Seolah sedang menunduk.
Selasa (16/5) banyak yang berziarah ke makam yang berjarak 300 meter dari Balai Desa Kajeksan, Tulangan, tersebut. Tak hanya dari Sidoarjo, banyak juga yang datang dari luar kota. Itulah makam Mbah Jaelani. Lokasinya berada dalam satu kawasan dengan Makam Islam Desa Kajeksan.
Saat Jawa Pos berkunjung, Jamaludin, juru kunci Makam Mbah Jaelani, sedang asyik ngobrol dengan Totok Budiantoro, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Khoziny. Mereka membicarakan semaraknya peringatan Haul Mbah Jaelani beberapa waktu lalu. Saat itu, ribuan peziarah berkumpul. Bahkan, ada yang datang dari Mojokerto, Jombang, dan Banyuwangi.
Jamaludin menuturkan, Mbah Djaelani merupakan sesepuh di Desa Kajeksan. ”Kiai besar. Ya, sesepuh yang sakti. Dipercaya punya keistimewaan,” jelasnya. Sebenarnya Mbah Jaelani lahir di Kabupaten Jombang. Namun, sejak kecil, dia tumbuh besar di Desa Kajeksan. ”Konon, dari cerita orang-orang, Mbah Jaaelani pas ngaji selalu tidur. Tapi, dia menguasai kitab kuning dan bisa membenarkan kalau pelafalan kawannya salah,” kisahnya.
Tahun lalu makam tersebut dipercantik dengan bantuan dana dari Pemkab Sidoarjo dan donatur. ”Makam Mbah Jaelani dikelola keluarga. Museumnya berada di Ponpes Darun Najah. Namun, pemerintah desa selalu berkoordinasi dengan keluarga karena sudah masuk jadi destinasi wisata religi Sidoarjo,” ujar Kepala Desa Kajeksan Lilik Sufiyati.
Di salah satu sudut makam, dua peziarah asal Gedangan, Muhammad Fadholi dan Zaenal Abidin, sedang duduk bersila. Keduanya datang tepat sebelum salat Duhur. Mereka sengaja berniat salat berjamaah di Musala Makam Mbah Jaelani. ”Auranya di sini bikin hati sejuk. Pas berzikir di dalam (depan nisan Mbah Djaelani, Red), rasanya adem,” kata Zaenal. (via/c16/pri)