,

Harga BBM Merangkak, Sampah Pun Diolah Jadi Minyak

Dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) banyak dikeluhkan oleh masyarakat, karena diperkirakan akan berdampak pada merangkaknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok serta tarif transportasi. Namun kenaikan harga BBM tidak dikhawatirkan oleh Saiful Muslimin, warga Wlingi, Blitar, Jawa Timur, yang telah berhasil membuat mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak, baik solar, premium, dan minyak tanah.

Pengembangan teknologi tepat guna yang diberi nama mesin BBM Plast ini, oleh Saiful dan rekan-rekannya, telah mampu mengubah sampah plastik menjadi bahan bakar alternatif.

Sampah plastik yang telah dibersihkan dan dikeringkan, oleh Saiful dimasukkan ke dalam tempat pemanasan yang telah didesain sedemikian rupa, sehingga dapat mengubah plastik menjadi bahan bakar.

Saiful mengatakan, untuk proses pengolahan plastik jenis PP atau PE dengan mesin kapasitas 10 kilogram, dapat  dihasilkan 60 persen solar, 25 persen bensin setara premium, dan 15 persen minyak tanah,. Sedangkan untuk kapasitas mesin berdaya tampung sampah plastik 30 kilogram, dapat dihasilkan total 30 liter BBM alternatif.

“Kalau yang 10 kilogram plastik menghasilkan 6 liter solar, 2,5 liter bensin, dan 1,5 liter minyak tanah. Sedangkan yang 30 kilogram menghasilkan 18 liter solar, 7,5 liter bensin, dan 4,5 liter minyak tanah,” terang Saiful Muslimin, perwakilan kelompok masyarakat pengolah sampah plastik.

Dalam proses mengubah plastik menjadi BBM alternatif, Saiful mengaku masih menggunakan bahan bakar gas atau LPG untuk proses pemanasannya. Namun demikian, Saiful mengatakan memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan mengolah sampah plastik menjadi BBM alternatif.

“Dengan LPG 3 kilogram, untuk kapasitas plastik 10 kilogram butuh waktu 3 hingga 4 jam, dan itu bisa 2 kali produksi. Kalau yang 30 dan 50 kilogram plastik butuh waktu sekitar 5-6 jam untuk menghabiskan plastik menjadi BBM alternatif, itu sekali produksi,” ujar Saiful yang mengaku menerima uang hasil menjual BBM alternatif hingga 226.000 rupiah untuk sekali produksi.

Saiful memastikan BBM alternatif dari sampah plastik dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor, dengan hasil yang hampir sama dengan BBM produksi Pertamina.

“Kami sudah membawa ke laboratorium, kalau bensin untuk timbalnya 0,02 miligram per liter, sedangkan solar tidak terdeteksi. Tapi baunya ya agak bau plastik gitu, dan sekarang ini kami masih proses mengurus perijinan usaha kami,” kata Saiful kepada Mongabay-Indonesia, Rabu (19/11) ditemui di sela-sela kegiatan Gerak Pesisir Berseri, di Kenjeran, Surabaya.

Saiful menunjukkan proses pengolahan sampah plastik  menjadi BBM alternatif menggunakan mesin BBM Plast buatannya. Foto : Petrus Riski
Saiful menunjukkan proses pengolahan sampah plastik menjadi BBM alternatif menggunakan mesin BBM Plast buatannya. Foto : Petrus Riski

Selama uji coba yang dilakukan pada sepeda motor maupun mobil berbahan bakar solar, Saiful menyatakan bahwa bahan bakar alternatif dari sampah plastik ini tidak pernah menimbulkan masalah.

“Motor milik teman, sudah 5 tahun pakai bensin buatan kami. Motornya tidak pernah masalah dan turun mesin. Kita juga pernah uji coba di mesin diesel salah satu merk mobil, bila dibandingkan sebelumnya saat pakai solar Pertamina dan selanjutnya memakai produksi kami, 6 bulan kemudian kondisi mesinnya lebih bersih,” ungkapnya yang telah membuat lebih dari 10 mesin untuk memenuhi permintaan instansi pemerintah maupun swasta dari berbagai daerah di Indonesia.

Saiful berharap dengan mesin pengolah sampah plastik buatannya, persoalan sampah plastik dapat diatasi sekaligus mampu menghasilkan pendapatan bagi masyarakat.

“Yang penting plastik hilang dari negeri kita ini, dan ini pun dapat memberi nilai lebih dari upaya masyarakat mengolah sampah plastik karena menghasilkan BBM alternatif,” tandasnya.

Hermawan Some dari Komunitas Nol Sampah mengapresiasi upaya kelompok masyarakat yang mau mengolah sampah plastik menjadi sesuatu yang bernilai labih, seperti menjadi bahan bakar alternatif. Tetapi pengolahan sampah plastik dengan metode pirolisis ini hanya efektif untuk sampah plastik jenis tertentu, bukan untuk semua jenis sampah plastik.

“Ini bagian dari pemanfaatan teknologi yang dapat mengurangi sampah plastik. Tapi tidak semua plastik bisa menggunakan metode ini, terutama plastik kemasan yang dilaminasi. Kalau untuk kantong plastik jenis PP atau PE bisa saja,” jelasnya.

Kunci penanganan sampah plastik sebenarnya lebih pada perilaku dan kemauan masyarakat untuk tidak algi menggunakan plastik sebagai pembungkus, serta mau memilah dan mendaur ulang plastik.

“Kunci sebenarnya di pemilahan. Kalau kita berhasil memilah sampah di masyarakat itu lebih efektif. Plastik yang selama ini kita buang seperti kantong plastik dan plastik-plastik tipis lainnya itu bisa diolah pakai mesin pirolisis. Tapi untuk botol plastik dan sejenisnya, sebaiknya didaur ulang saja karena nilainya lebih tinggai bial di daur ulang,” tutur Hermawan Some.

Persoalan BBM alternatif sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh kelompok masyarakat, mahasiswa, hingga ilmuwan. Namun kendala investasi serta dukungan pemerintah dinilai masih snagat minim.

Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar selain bensin jenis premium maupun solar, belum banyak jumlahnya di masyarakat karena belum adanya infrastruktur penunjang maupun regulasi yang mengatur.

Mobil milik PGN berbahan bakar gas. Foto : Petrus Riski
Mobil milik PGN berbahan bakar gas. Foto : Petrus Riski

Seperti keberadaan Stasiun Pengisisan Bahan Bakar Gas (SPBG) di Kota Surabaya, ternyata masih belum banyak diketahui dan sangat terbatas jumlahnya. Di Surabaya diperkirakan hanya ada 3 SPGB, dan itu pun terbatas untuk kalangan industri maupun swasta.

Perusahaan Gas Negara (PGN) selaku pihak yang berkepentingan menyediakan bahan bakar gas mengaku telah menyediakan prasarana bahan bakar gas untuk kendaraan. Manager Humas (PGN), SBU Distribusi Wilayah II Krisdyan Widagdo Adhi mengatakan, penyediaan infrastruktur pengisian gas untuk kendaraan bermotor bukan persoalan yang mudah dilakukan, karena harus melihat regulasi, kesiapan infrastruktur, investasi konverter, hingga kesiapan pasar.

“Persoalan konversi dari bensin ke gas memang menjadi jawaban, tapi itu butuh dukungan semua pihak. Di Surabaya sudah ada SPBG meski baru beberapa. Untuk pemakainya juga masih terbatas beberapa taksi, kendaraan dinas pemerintahan, serta yang pasti 100 unit mobil milik PGN,” kata Krisdyan.

Mahalnya harga konverter GGB menjadi salah satu alasan tidak banyak kendaraan umum dan pribadi yang memakai BBG. Harga konverter diperkirakan senilai Rp10 – 20 juta, yang ini perlu dipikirkan oleh pemangku kepentingan bila BBG menjadi alternatif pengganti BBM.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,